Wajah Pendidikan Indonesia | Pendidikan dapat diartikan sebagai bentuk usaha seseorang dalam membina kepribadiannya, untuk keberlangsungan hidup sesuai nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam pandangan Ki Hajar Dewantara, pendidikan merupakan upaya memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani untuk menyongsong hidup selaras dengan alam dan masyarakat.
Tidak hanya itu, pendidikan merupakan proses dalam menyiapkan generasi muda untuk menyongsong peradaban bangsa, yang bermartabat di masa depan, sehingga ia merupakan kunci pembangunan negara, dalam menyongsong peradaban yang penuh dengan nilai-nilai spritualitas.
Tujuan dan impian yang mulia dan luar biasa tapi tidak diikuti dengan fakta dilapangan, sehingga para pengamat pendidikan mengatakan bahwa wajah pendidikan di Indonesia perlu dibenahi agar tidak merusak generasi muda.
Terlebih beberapa hari yang lalu, beredar dimedia sosial keluhan seorang guru, yang mengatakan siswa tingkat SMP tidak bisa membaca, bila itu fakta, maka ironis bila wajib belajar 9thn tidak membawa dampak signifikan dan melenceng jauh dari tujuan pendidikan yang diharapkan diatas.
Bila hal ini dibiarkan, tentu mengakibatkan wajah pendidikan kita memiliki berbagai wajah yang beragam dan penuh warna. Bahkan, tak jarang juga potret wajah pendidikan di Indonesia yang tampak cerah justru mengandung kegelapan dan kesuraman, maka solusi untuk mencerahkan wajah pendidikan di Indonesia, ialah dengan membenahix tenaga pendidik, kurikulum serta yang paling penting ialah political will dari pemerintah.
Walaupun secara kasar mata, bila ditelusuri lebih dalam, dalam temui faktor yang sangat menonjol yang menjadi penyebab utama rusaknya wajah pendidikan di Indonesia. yakni, pendidikan dijadikan arena kepentingan pemimpin.
Sebagaimana H.A.R Tilar dalam Pendidikan Dalam Pembangunan Nasional Menyongsong Abad XXI 1990 mengatakan bahwa jika ditilik dari perjalanan sejarah pendidikan Indonesia, pendidikan disesuaikan dengan keadaan dan kepentingan penguasa, jika pemimpin memerlukan kekuatan politik, maka kearah itulah pendidikan di arahkan. Sehingga tidak heran bila kerap sekali kebijakan pendidikan menyesuaikan dangan keinginan pemerintah, setiap ganti kepemimpinan ganti kurikulum.
Bila pendidikan cenderung dijadikan sebagai alat kekuasaan dan alat indoktrinasi masyarakat. Arah gerak sistem pendidikan dikendalikan oleh birokrasi, tentu ini akan merusak sistem pendidikan, dimana gerak pendidikan bukan lagi dengan asas kebenaran, kesucian dan kebersihan, namun digerakan atas asas intruksi pemimpin.
H.A.R Tilar menjelaskan dalam Standar Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Krisis (2006), pendidikan bukan lagi tempat membangun manusia seutuhnya, namun malah dijadikan tempat membangun kekuatan partai politik untuk kepentingan orang tertentu.
Oleh sebab pemimpin sibuk memperkuat basis politiknya di dunia pendidikan, pendidikan akan berwajah suram. Akibat tidak becusnya pemimpin tersebut, pendidikan di Indonesia cenderung tidak terbenahi, dan tidak terawat lagi. Berbagai kesenjangaan terjadi, seperti kualitas dan kuantitas pendidikan di perkotaan dengan perdesaan yang jauh berbeda.
Padahal Peran pemimpin dalam dunia pendidikan sangat penting dalam penentuan suatu arah dan implementasi kebijakan pendidikan. Negara Indonesia sudah tujuh kali melakukan pergantian pemimpin, dan di tahun 2024 akan ada pergantian pemimpin Indonesia, besar harapan akan lebih bisa memikirkan dan selalu berpihak kepada kemajuan pendidikan.
Bila ditarik benang merah yang dapat di olah menjadi suatu bahan evaluasi pendidikan di Indonesia. Pendidikan harus mendapat perhatian yang serius, karena pendidikan adalah penentu maju mundurnya Indonesia. Pemberdayaan pendidikan kali ini untuk generasi emas, oleh karena itu dituntut keseriusan dan kesungguhan pemimpin bangsa.
Lalu bagaimana, Jawabannya? Ya kita tunggu gebrakan Bapak Prabowo Subianto
Tugas saya hanya terus bergerak dan menginspirasi, walaupun secuil semoga bermanfaat dan berdampak positif.
Bismillah Tawakkaltu Billah
Info Consulting Bisa Langsung Hubungi 0895-32300-3088