Menjadi seorang santri atau santriwati yang sukses menjadi harapan, karena saat ini banyak orang tua yang berkeinginan agar anak-anaknya bisa menjadi orang ”sukses” di dunia saja, kaya raya dan tenar seperti para selebriti. Hal ini dapat kita lihat betapa besar animo masyarakat untuk mengikuti audisi semacam acara AFI, Indonesian Idol, KDI, berbagai kontes kecantikan, Fashion, modelling dll. Padahal para selebriti yang mereka idolakan tersebut banyak yang mempunyai gaya hidup yang tidak pantas menjadi panutan seperti, menerapkan modal pergaulan bebas, rumah tangga berantakan, pecandu narkoba, konsumtif, hedonis dan akrab dengan kehidupan malam.
Masih banyak pula orang tua yang hanya memperhatikan kebutuhan fisik anak-anak mereka, menyekolahkan mereka di lembaga pendidikan yang hanya memperhatikan aspek intelektualitas semata, memanjakan anak dengan berbagai fasilitas kemewahan, tetapi tidak membina aqidah, ibadah, akhlaq dan adab islami mereka, dan juga mereka kurang memberikan perhatian, kasih sayang dan komunikasi yang cukup dengan putra-putranya, karena kesibukan bisnis yang padat, seolah-olah anak tidak lebih berharga dari materi. Kadang urusan anak-anak hanya diserahkan kepada pembantu rumah tangga. Akhirnya anak-anak merasa tidak mendapatkan kasih sayang cukup dan mereka lari dari rumah mencari ketenangan dengan kehidupan malam.
Sementara itu ada sebagian orang tua yang terlalu mencintai anaknya, membangga-banggakan mereka, dan kemudian menempuh segala cara untuk menyenangkan anak-anak mereka, hingga akhirnya terperosok dalam hal-hala yang diharamkan Allah. Nabi bersabda ”Akan datang suatu masa bagi umatku dimana kebinasaan seorang laki-laki berada di tangan istri dan anak-anaknya, yang mencelanya atas kefakirannya hingga akhirnya ia menempuh jalan-jalan kejelekan ”. Disinilah jelas sekali bahwa anak-anak kadang menjadi fitnah bagi orang tua. ” Dan bukanlah harta bendamu dan tidak pula anak-anakmu yang mendekatkan derajatmu kepada Allah, kecuali yang beriman dan beramal shaleh (Saba’ : 37). Ayat ini perlu kita renungkan, jangan sampai harta dan anak semakin menjauhkan kita dari Allah SWT.
Orang tua hendaknya mengkhawatirkan kalau sampai mempunyai generasi yang lemah (Q.S. 4 : 9). Baik lemah dalam iman, ilmu, ekonomi, maupun fisik dan kesehatan. Lemah iman akan membuat mereka kehilangan kendali, menelantarkan ibadah, tidak takut dosa dan berakhlak tercela yang semuanya akan bermuara kehinaan dunia – akhirat. Lemah ilmu membuat mereka tersingkir dari kompetisi kehidupan, tidak berperan dan hidup dalam kesulitan. Lemah ekonomi akan menjadikan mereka lemah dan mudah ditindas, dihisap dan dipermainkan bangsa lain, menjadi sasaran pemurtadan serta terhina. Lemah fisik dan kesehatan membuat mereka lemah produktifitas.
Dalam mewujudkan impian untuk menjadi santri maka, orang tua dan anak harus memiliki kemauan dan tekad yang sama, serta orang tua harus percaya sepenuhnya kepada Pesantren, baik dari fasilitas, pendidikan serta peraturan disiplin yang ada dipesantren sepenuhnya.
Maka dari itu, kunci sukses bisa lulus menjadi santri harus ada 3 unsur yang harus dimiliki orang tua dan anak yaitu : harus adanya VISI + AKSI + GHIROH (kemauan):
Jika kita punya Visi + Ghiroh tapi tanpa Aksi berarti kita MELAMUN, Jika kita punya Visi + Aksi tapi tanpa Ghiroh berarti kita SERBA TANGGUNG (TIDAK TOTAL), Jika kita punya Ghiroh + Aksi tapi tanpa Visi berarti kita akan SAMPAI PADA TEMPAT YANG SALAH. maka dari itu Visi, Misi dan Ghiroh harus dimunculkan terlebih dahulu sehingga mampu menjadi Santri yang Kaffah, orang tua sangat Ikhlas melepas Anak, dan Anak siap sedia jauh dari orang tua. Bila hal ini sudah ditanamkan pada diri anak sejak sebelum mengikuti ujian ke Gontor, insya Allah anak akan mampu menjalani ujian masuk dengan baik, dan akan mendapatkan hasil yang terbaik.
bagaimana implementasinya antara Visi, Aksi dan Ghiroh ?
- Sampaikan Visi kepada anak!
Orang tua harus memiliki visi dan harapan yang jelas ketika mau mengantarkan putra-putrinya ke pesantren, ketika visi itu sudah ada, maka percaya sepenuhnya dengan Pondok akan muncul, orang tua tidak akan khawair, ikhlas, tawakkal dan yakin bahwa Allah selalu menjaga putra-putrinya selama di pesantren.
- Aksi apa yang harus dilakukan?
Aksi disini adalah gerakan-gerakan / tindakan-tindakan yang dilakukan, baik dengan mencari informasi lebih dalam akan pesantren yang dituju, visi, misi, tujuannya serta profile lulusan dari lembaga tersebut, ketika sudah cocok dengan pesantren yang dituju, mencari informasi bagaimana proses penerimaan, menyiapkan putra/putri agar bisa masuk seleksi baik dengan cara mencari tempat bimbingan-bimbingan belajar terkait dll.
- Munculkan Ghiroh pada diri anak!
Ghiroh disini adalah kemauan yang kuat, ketika orang tua mau, putra/putrinya juga harus memiliki kemauan yang kuat juga, tidak berdasarkan paksaan dan tekanan dari orang tua. Banyak cara memunculkan ghiroh dalam buah hati, sehingga memiliki tekad yang kuat untuk mondok dipesantren baik dengan motivasi dan berkunjung/melihat langsung ke pesantren.
Ketika kamu memutuskan menjadi santri, maka kamu termasuk orang pilihan dan yang terpilih, karena tidak semua anak ingin menjadi santri, santri bukanlah kebetulan melainkan sebuah taqdir yang dihasilkan dengan niat dan hati, niat adalah bagian dari hijrah dan hijrah perlu air mata.
Jadi tidak heran bila, pertama kali menjadi santri, kita akan menangis, menangis karena ditinggal, jauh dari orang tua dan serba prihatin didalam lingkungan pondok. Maka dari itu, yang kamu harus lakukan adalah sungguh-sungguh niatnya, karena segala sesuatu tolak ukurnya adalah niat.